//
Pengolahan Sampah melalui Budidaya Maggot

Sampah telah menjadi permasalahan tersendiri dalam suatu wilayah. Jumlah sampah yang terus meningkat ditambah lagi dengan semakin terbatasnya daya dukung dan daya tampung lahan pembuangan akhir serta permasalahan lingkungan lainnya dari hasil timbunan sampah jika tidak ditangani dengan baik akan berdampak pada permasalahan lingkungan.

Peran serta masyarakat dan stakeholder terkait dalam permasalahan sampah sangat dibutuhkan yaitu dengan tidak membuang sampah sembarangan dan berusaha untuk memilah sampah yang dihasilkan antara sampah organik (sisa makan, dedaunan, sampah yang dapat mengalami pelapukan yang bersumber dari makhluk hidup atau sejenisnya)  dan anorganik (plastik, kertas, botol, sampah non hayati atau sejenisnya) dan menempatkanya sesuai dengan tempat pembuangannya. Hal ini dapat dimulai dari diri pribadi dalam pengelolaan sampah rumah tangga, kantor dan bahkan komunitas/ lingkungan serta terus menyebarkannya kepada orang lain agar ikut berperan dalam pengelolaan sampah.

Sampah jika dipilah dan dikelola dengan baik, tidak akan menjadi masalah bahkan dapat mendatangkan manfaat baik materil maupun non materil. Sampah organik yang merupakan produk hayati yang tidak terkonsumsi merupakan produk sisa yang dapat mengalami penguraian atau pelapukan yang jika diolah dapat dijadikan pupuk atau bahan baku untuk membantu dalam menghasilkan produk lainnya.

Proses pengolahan sampah organik menjadi pupuk ada beberapa metode yang dapat dilakukan seperti yang telah pernah diberitakan pada halaman Bappeda Payakumbuh - Badan perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Payakumbuh (payakumbuhkota.go.id) . Selain menjadi pupuk dengan cara pengomposan yang telah disampaikan sebelumnya, sampah organik tersebut dapat dijadikan bahan baku bahan baku dalam membantu menghasilkan produk lainnya seperti pakan ternak dengan menggunakan metode budidaya maggot.

Maggot merupakan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) yang mengandung nutrien lengkap yang sangat istimewa untuk dijadikan sebagai bahan baku pakan ternak baik itu unggas maupun budidaya ikan (Prihutomo Suharto, 2022). Maggot memiliki siklus hidup dalam 5 fase yaitu telur, larva, prepupa, pupa dan dewasa dengan lama siklus hidup antara 38-41 hari. Selama fase ini, satu lalat betina dewasa bisa menghasilkan hingga 500 butir telur, dengan lama waktu tetas 4-5 hari. Pakan maggot ini lah yang diperoleh dari sampah organik yang telah dipisah tadi, dimana 1 larva dapat menghabiskan sampah organik sebanyak 25 mg-500 mg/hari dan nantinya dapat dipanen pada ukuran larva maggot 27 mm, lebar 6 mm, dan berat 220 mg atau berumur sekitar 35 hari, namun maggot ini juga dapat dipanen sesuai keperluan (Sukemi, S.Pt, 2021)

Bappeda Kota Payakumbuh mendapat kesempatan untuk melihat langsung budidaya maggot yang ada di Kota Payakumbuh yang diharapkan dapat membantu penanganan permasalahan/ pengelolaan sampah di Kota Payakumbuh yang melengkapi langkah dalam pemilahan sampah di rumah tangga dan lingkungan. Budidaya maggot ini berlokasi di Kelurahan Tiakar yang pengurusnya terdiri dari 7 orang generasi muda yang dibentuk pada tahun 2021 dengan nama Kelompok Maggotda. Budidaya maggot ini mereka lakukan yang berdasarkan visi dan keinginan mereka untuk untuk membantu masyarakat dalam mengatasi permasalahan sampah yang terpicu atas info/ kabar yang mereka dengar bahwasanya setiap hari sekitar 48 ton sampah masuk ke TPA Kota Payakumbuh yang nantinya jika tidak diolah akan menjadi permasalahan tersendiri, di satu sisi mereka mendengar keluhan peternak yang kesulitan terhadap pakan ternak yang terus meningkat/ mahal padahal sebenarnya semuanya telah ada dan tinggal dikelola dengan baik. Kunjungan perwakilan Bappeda Kota Payakumbuh diterima oleh Ketua Kelompok Maggotda (Ade Muhara). Ketua Maggotda memberitahukan awal mula dibentuknya kelompok maggotda ini dan dilanjutkan dengan penjelasan siklus hidup maggot dan kegunaan maggot kepada tim bappeda serta pakan yang digunakan untuk budidaya maggot tersebut. Dalam hal pakan untuk budidaya maggot, kelompok ini sangat berharap telah terjadinya pemilahan karena hal ini akan mempercepat proses kerja karena jika masih tercampur perlu waktu lagi untuk memilah sampah organik dan anorganik tersebut, setelah diterima oleh kelompok, pakan tersebut akan dihancurkan kembali menjadi ukuran yang lebih kecil, dikarenakan keterbatasan kemampuan alat tekadang masih ada sisa sampah organik yang dalam ukuran besar. Untuk menghindari bau dan datangnya lalat hijau, sampah yang telah dihancurkan kemudian dilakukan fermentasi selama 3-5 hari.

Kelompok ini sangat berharap nantinya sampah Kota Payakumbuh yang estimasi Ketua Maggotda sekitar 9 ton/ hari yang tidak terolah, sebelum masuk ke pembuangan akhir dapat dihubungkan dengan peternak maggot agar sampah-sampah organik dapat diolah menjadi produk yang berguna dan tidak ke tempat pembuangan akhir.

Seperti yang telah disampaikan diatas maggot ini sangat berguna bagi pakan ternak, namun dari informasi yang juga diperoleh dari ketua Maggotda bahwa maggot ini dapat diolah menjadi pakan kucing maupun anjing dan setiap maggot yang telah dipanen (biasanya pada usia 18 hari) selalu terjual habis. Selain itu sisa makanan dari maggot yang telah dipanen dapat digunakan menjadi pupuk untuk tanaman. Peluang ini sangat berguna sebagai salah satu cara dalam mengatasi masalah sampah. Dengan usaha yang telaten dan konsisten, budidaya maggot ini akan mendatangkan hasil nilai ekonomis dan dapat mengurangi sampah organik yang tidak terolah, karena dari setiap siklus maggot ini dapat dijadikan pakan yang sangat berguna dalam peternakan dan perikanan.

Dalam budidaya maggot ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari halaman Kementerian Pertanian, perlunya penyiapan kandang atau wadah pembudidayaan maggot dimana kandang maggot ini berfungsi sebagai tempat BSF kawin dan memproduksi telur hingga penetasan. Untuk pemula bisa menggunakan kandang ukuran kecil. Bahan kandang yang disarankan untuk kandang maggot adalah kayu sebagai kerangka, jaring-jaring lembut (waring) sebagai dinding kandang dan plasik UV sebagai atap. Kandang maggot ini nantinya diisi dengan rak pre pupa dan media bertelur. Kandang bisa dibuat berbentuk seperti rumah-rumahan berukuran kecil. Ukuran kandang maggot yang disarankan adalah 2,5 m x 4 m x 3 m, atau sesuai besaran lahan yang Anda miliki. Rata-rata populasi BSF yang bisa ditampung setiap 10 cm2 adalah 40-50 ekor. Penyesuaian besar kandang indukan maggot ini dapat dilakukan dengan kemampuan dalam memproduksi maggot pada setiap periodenya. Untuk kandang indukan maggot (BSF/Imago) memiliki suhu ideal antara 30-38 C, tidak terkena hujan dan M=mendapatkan sinar matahari langsung dan sirkulasi udara yang baik, sebab BSF beraktifitas sejak pukul 8.30 dan puncak aktivitasnya pada jam 11. Lalat BSF bisa mulai kawin pada hari ke 3 dan mulai berterlur saat berumur 3 hari setelah kawin dengan bertelur saat pagi-sore. Untuk memperoleh telur dari BSF ini letakkan media ternak di tempat yang teduh, namun mendapatkan sirkulasi baik di dalam kandang BSF, kemudian letakkan tempat bertelur maggot (bahan papan, multiplek, kardus) di atas media ternak. Telur dapat diambil pada umur 2 hari di tempat bertelur. Sedangkan untuk pembesaran pupa, kandangnya harus memiliki suhu maksimal 36 C, tidak terkena hujan dan cahaya matahari langsung (gelap), namun sirkulasi udara tetap lancar. 

Sampah organik yang telah dipilah dan dihancurkan tadi inilah yang nantinya akan menjadi ternak budidaya dan pada kelompok Maggotda sebelum dijadikan media budidaya, sampah organik tersebut difermentasi terlebih dahulu agar tidak menimbulkan bau dan menghindari datangnya lalat-lalat lain seperti lalat hijau. Media budidaya ini baiknya juga ditambahkan bekatul (bagian luar dari padi/gandum/jelai), karena bekatul ini memiliki tekstur kering selain itu juga mudah didapat. Bekatul ditaburkan ke seluruh permukaan wadah baki berukuran sedang setebal 2 cm, barulah sampah organik tersebut ditempatkan diatas bekatul hingga baki hampir penuh, kemudian taburkan. bekatul ke bagian pinggir dan sedikit diatas sayuran.

Sembari menyiapkan media budidaya, telur yang telah ada pada kandang BSF dapat dilakukan penetas dengan cara mengambil telur tersebut dari kandang BSF, selanjutnya isi box yang berukuran 15 cm x 20 cm dengan media ternak. pindahkan telur yang terletak di tempat telur (papan, multiplek atau kardus) ke box penetasan, pantau suhu agar tidak terlalu tinggi/rendah dan telur akan menetas setelah berumur 2-4hari. Larva maggot yang berumur 6 hari inilah yang akan dirawat dengan langkah sebagai berikut :

  • Pindahkan larva maggot ke biopond yang telah ada media budidaya.
  • tebar di setiap m2nya adalah 810 kg maggot dengan pakan >7kg/hari
  • pastikan pakan secara rutin diberikan setiap hari
  • Terus berikan pakan hingga maggot berumur 25 hari atau sebelum menjadi pupa

Untuk kapasitas larva maggot dapat disesukan dengan ukuran biopond, yang terpenting pemberian pakan maggot (media budidaya) rutin setiap hari dan disesuaikan dengan kapasitas maggot yang ditempatkan pada biopond agar maggot tidak kekurangan pakan

Dengan penerapan pemilahan sampah di masyarakat, dan adanya tempat pengolahan sampah organik (menjadi bahan baku) bagi pembudidaya maggot dimana berdasarkan informasi dari Ketua Maggotda bahwa mereka bersedia menampung sampah organik yang telah dipilah,  maka permasalahan sampah organik yang dapat menghasilkan ammoniak yang sangat mengganggu, serta pemrosesan sampah an organik yang juga telah dipilah dan dapat diproses juga sesuai kebutuhannya akan membantu dalam pengurangan tingkat sampah di Wilayah Kota Payakumbuh….

Ayo Pilah Sampah dan Olah sampah agar menjadi produk yang lebih bermanfaat.